Kamis, 29 Desember 2011

Hedonesia ( hedonisme remaja indonesia )

Hedonisia (Hedonisme di Indonesia)

Tulisan ini berjudul HEDONISIA yang sebenarnya adalah gabungan dari 2 kata yang saya satukan: HEDONISME dan INDONESIA. Kenapa? Karena perilaku Hedonisme sangat erat hubungannya dengan orang Indonesia khususnya para remaja yang sering dibombardir dengan majalah ala HAI, GO GIRL, TEEN, dan sederet majalah fashion and life style lainnya. Belum lagi iklan seperti PONDS dengan message nya yang khas: White is Beauty. Atau yang lagi happening, BlackBerry, Lebih Produktif (Konsumtif) dengan BlackBerry.
Hold on a second! Apa itu hedonisme? Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup. Bagi para penganut paham ini, bersenang-senang, pesta-pora, dan pelesiran merupakan tujuan utama hidup, entah itu menyenangkan bagi orang lain atau tidak. Karena mereka beranggapan hidup ini hanya satu kali, sehingga mereka merasa ingin menikmati hidup senikmat-nikmatnya. di dalam lingkungan penganut paham ini, hidup dijalanani dengan sebebas-bebasnya demi memenuhi hawa nafsu yang tanpa batas.
Hedonisme erat hubungannya pula dengan perilaku KONSUMTIF. Padahal kata 'Consume' digabung dengan 'Tive' berarti hal-hal yang berhubungan dengan (perilaku) konsumen. Namun demikian, kata konsumtif telah dipersempit cakupannya menjadi kegiatan membeli barang bukan berdasarkan kebutuhan tapi keinginan semata. Mereka yang berperilaku konsumtif cenderung membeli barang berdasarkan WANT bukan NEED.
Jika si A memiliki penghasilan 1 juta rupiah per bulan: 800 ribu rupiah digunakan untuk mencukupi kehidupan sehari-hari dan sisa 200 ribu rupiah digunakan untuk membeli sepatu baru berhubung sepatu yang lama telah rusak maka hal tersebut tidaklah bisa disebut perilaku konsumtif karen jelas si A membeli barang berdasarkan budget dan kebutuhan (need).
Cerita akan berbeda apabila si A membelanjakan 900 ribu rupiah untuk kebutuhan sehari-hari dan sisa 100 ribu rupiah ditambah penggunaan credit card 100 ribu rupiah untuk membeli sepatu seharga 200 ribu rupiah. Ini namanya besar pasak daripada tiang. Adalah lebih bijaksana apabila si A menunggu waktu yang tepat untuk membeli sepatu tersebut.
Dari sejumlah penilitian diketahui perbedaan pola pikir belanja antara Pria dengan Wanita seperti di bawah ini:


--Pria:
mudah terpengaruh bujukan penjualsering tertipu karena tidak sabaran dalam memilih barangmempunyai perasaan kurang enak bila tidak membeli sesuatu setelah memasuki toko
kurang menikmati kegiatran berbelanja sehingga sering terburu-buru mengambil keputusan membeli.
--Wanita:
lebih tertarik pada warna dan bentuk, bukan pada hal teknis dan kegunaannya
tidak mudah terbawa arus bujukan penjual
menyenangi hal-hal yang romantis daripada obyektif
cepat merasakan suasana toko
senang melakukan kegiatan berbelanja walau hanya window shopping (melihat-lihat saja tapi tidak membeli).
Mungkin demam BlackBerry masih mewabah sampai saat ini. Pangsa pasar BlackBerry sebenarnya adalah untuk seorang business man atau public figure di mana e-mail dan media campaign ala facebook dan friendster menjadi sedemikian penting untuk mendukung performa mereka. Itulah sebabnya BlackBerry memiliki tag line : Lebih Produktif dengan BlackBerry.
Namun demikian, kenyataannya di Indonesia, ABG yang notabene bukan seorang business man atau public figure pun turut menggunakan BlackBerry. Dengan fungsi (bagi mereka) hanya untuk sms saja dan berfacebook ria, mereka harus kecewa dengan fitur yang ditawarkan BlackBerry: minim Entertainment. Tidak sama halnya dengan ponsel sejuta umat Nokia. Kenapa? Sekali lagi BlackBerry itu ditujukan bagi kalangan tertentu yang bertujuan untuk bisnis. Tentulah fitur harus disesuaikan dengan ide tersebut.
Melihat perilaku konsumtif remaja Indonesia namun dengan kantong pas-pasan, handphone china pun tidak mau ketinggalan. Dan seperti biasa, meluncurkan produk MEMDI (Memper2 dikit), BlueBerry, dengan harga tiarap (bukan miring lagi)!. Blueberry yang mirip dengan BlackBerry dibundle dengan harga 1.5 jutaan. Sangat kontras dengan harga Blackberry yang mencapai 7-8 jutaan. Tak ketinggalan pula kocek 150 smpai 300 ribu yang harus dikeluarkan demi fitur internet dan pulsa. Sungguh konsumtif!
Jadi apakah perilaku hedonisme dan konsumtif itu berbahaya? Perilaku konsumtif pada remaja sebenarnya dapat dimengerti bila melihat usia remaja sebaga usia peralihan dalam mencari identitas diri. Remaja ingin diakui eksistensinya oleh lingkungan dengan berusaha menjadi bagian dari
lingkungan itu. Kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan orang lain yang sebaya itu menyebabkan remaja berusaha untuk mengikuti berbagai atribut yang sedang in. Remaja dalam perkembangan kognitif dan emosinya masih memandang bahwa atribut yang superfisial itu sama penting (bahkan lebih penting) dengan substansi. Apa yang dikenakan oleh seorang artis yang menjadi idola para remaja menjadi lebih penting (untuk ditiru) dibandingkan dengan kerja keras dan usaha yang dilakukan artis idolanya itu untuk sampai pada kepopulerannya.
Menjadi masalah ketika kecenderungan yang sebenarnya wajar pada remaja ini dilakukan secara berlebihan. Pepatah “lebih besar pasak daripada tiang” berlaku di sini. Terkadang apa yang dituntut oleh remaja di luar kemampuan orang tuanya sebagai sumber dana. Hal ini menyebabkan banyak orang tua yang mengeluh saat anaknya mulai memasuki dunia remaja. Dalam hal ini, perilaku tadi telah menimbulkan masalah ekonomi pada keluarganya.
Perilaku konsumtif ini dapat terus mengakar di dalam gaya hidup sekelompok remaja. Dalam perkembangannya, mereka akan menjadi orang-orang dewasa dengan gaya hidup konsumtif. Gaya hidup konsumtif ini harus didukung oleh kekuatan finansial yang memadai. Masalah lebih besar terjadi apabila pencapaian tingkat finansial itu dilakukan dengan segala macam cara yang tidak sehat. Mulai dari pola bekerja yang berlebihan sampai menggunakan cara instan seperti korupsi atau tindakan prostitusi. Pada akhirnya perilaku konsumtif bukan saja memiliki dampak ekonomi, tapi juga dampak psikologis, sosial bahkan etika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar